KILAS BALIK “ MENATAP WAJAH BARU”
KILAS BALIK “ MENATAP WAJAH BARU”
(Sebuah
catatan dari pementasan Sanggar Colliq Pujie sebagai pentas perdana bagi anak2
yang baru di-Worshop)
Mengawali
tulisan ini kami persembahkan, tentu kami tidak dapat mengelak dari sebuah
penilain subyektif , sebagaiman lazimnya salahseorang pencetus Sanggar Seni Colliq Pujie (CP)dan bersama pengurus sekarang perna
bersama-sama dalam produksi teater dan musik di kab. Barru.
Pemantasan
yang bertajuk menatap wajah baru memang memberi aroma yang kental bagi penonton
akan sebuah pertunjukan yang sesungguhnya dan
pernah di lakukan oleh Sanggar Seni KOREK 45 Barru, Baik dari desain
luar yang diawali dengan pameran lukisan hingga dengan pola duduk lesehan,
demikian juga komposisi panggung yang konek dengan pemain musik yang seluruh
pertunjukan tidak lepas dengan arensemen musik ( Musik hidup).
Penulis
tidak tahu persis ada berapa agenda acara yang terlewatkan, namun harus diakui
bahwa tingkat partisipasi insan seni yang ada di CP relatif berkembang dengan
Tampilan Tari 4 etnis yang dipadu dengan lagu-lagu daerah yang dimainkan. Dalam
tari ini kami menilai murni sebagai tari kreasi yang lebih menonjolkan
keserasian gerak dengan ciri khas 4 etnis ( Bugis, Mandar, Makassar dan Tator)
yang dapat dibaca sebagai ajakan untuk menciptakan keserasian dalam hidup
dengan bekerja sama untuk membagun sulawesi selatan. (walau diawali dengan
prolog tentang Mandar sebagai etnis yang sudah berpisa dengan Sul-Sel, namun
jiwanya masi senantiasa melekat di hati masyarakat).
Namun Pertunjukan
Drama yang berjudul ‘ CINTA DUNIA AKHIRAT’ maka kita disajikan dengan alur yang
sangat mentah (Mudah ditebak ending dari dramanya), ungkpan-ungkapan yang tidak
multi tafsir layaknya bahasa hukum, sehingga kegelian acapkali menghinggapi
kita dalam menyaksikan. Demikian juga adegan-adegan yang diramu oleh sang sutra
dara acapkali menabrak realitas etika dan agama.
Diawali
dengan adegan pasangan muda -mudi yang mesra berjalan sambil menunjuk kiri dan kanan lalu berjanji setia untuk
menikah dengan persediaan bongkahan batu, lalu out stake lampu sedikit redup
dan muncul sosok berpeci sendirian yang duduk di tengah panggung, tak lama
kemudian datanglah sepasang muda-mudi yang lansung adegan ijab khabul lalu out
stake.
Maka
penilaian penulis menvisualkan ijab khabul dengan cara seperti di atas
mengambarkan perkawinan siri( Kawin lari) atau nikah ala Muth’ah yang jauh dari
konsepsi syariah, walau kita sadari bahwa ini sebuah karya seni, namun karya
seni yang bercerita tentang sebuah syariah perkawinan maka tentu tetaplah
menghargai azas agama yang dijunjung tinggi bagi ummat islam.
Adegan
selanjutnya pengantin baru nampak perbincangan dengan mengawali saling
menawarkan siapa dahu berbicara, maka sang suami mengala dan memberika waktu
kepada istrinya yang mengabarkan tentan kehamilan denga sedikit bumbu yg
diarahkan kepada pengguna narkoba. Lalu ketika sang suami mengutarakan
maksudnya untuk merantau ke Jakarta kondisi istrinya pun tidak menjadi
pertimbangan.lalu out stake.
Adegan
selanjutnya hanya sekedar sisipan yang berkenaaan dengan budaya ngrumpi ibu-ibu
dengan kondisi sang istri yang ditinggal sudah hamil tua lalu sedikit
kekacauan, maka datanglah sang ustad melerai dan mengajak kepengajian..lalu out
stake.
Adegan
selanjutnya seorang perempuan kaya kecurian yang bertemu dengan suami dan
meminta tolong, dan dapat dipastikan iapun menolong dengan mengejar pencuri dan
mengembalikan barang curian itu ke pemiliknya danterjalinlah hubungan diantara
mereka.. lalu out stake.
Adegan
selanjutnya tersaji dengan istri yang sudah melahirkan dengan tampil dua anak
yang tidak sama besarnya. Tidak jelas bagi kami apakah anak itu kembar atau
seperti apa karena tidak ada penjelasan dalam dialog maupun slaid, sehingga
penokohon sangatlah lemah dalam menampilkan aktor.
Lalu kedua
anak itu memaksa ibunya untuk berangkat ke Jakarta untuk mencari ayahnya. Dan
diakhir dengan pertemuan yang dapat ditebak, yaitu ssat bermesraan dengan gadis
pengusaha dan percekcokan antara suami istri dan gadis pengusaha itu-pun
terjadi. Awalnya sang anak menolak ayahnya karena menyakiti ibunya, namun
setelah ia bersimpuh ke kaki istrinya, maka anakpun memohon kepada ibunya agar
mengampuni ayah mereka.
Proses itu
begitu cepat sehingga kami berpendapat
sutrada mengabaikan proses dan sehingga tidak
Tergambar
bagi kami dari sebuah rasa yang mengara pada perubahan karakter dari menolak
menjadi menerima.
Dari semua
pertunjukan kami memberi apresiasi yang cukup,segai awal dari sebuah
kebangkitan berekspresi dan tentu kami berharap kedepan ada forum untuk
mendiskusikan keberlansungan berkesenian di barru.
SELAMAT>>
SALAM CINTA
SALM BUDAYA.
Namun
sesuatu yang menggugah bagi kami ketika saudara Muhaemin membacakan Puisi
Kerinduan dari seorang adinda yang aktor kebanggan kami waktu di Sanggar Seni SEMUT’R (Adifadli Hasman)
Yang
meninggal dunia saat kecelakaan di depan pompa bensin lipukasi Tanete Rilau.
Puisi yang di ciptakan sendiri saudaraku Muhaemin.
Bravo untuk
adinda Muhaemin
Salam
>>>
Salm cinta
Salam
Budaya.
0 komentar: