LOGIKA PANTOMIM YANG DIPERDEBATKAN (Tanggapan tulisan Badaruddin Amir)
(Tanggapan tulisan Badaruddin Amir)
Sangat menarik tulisan bapak Badaruddin Amir ( Selanjutnya saya
singkat –BA)-seorang teman saya, -sastrawan dan penulis cerpen-- yang dimuat di
dinding medsos yang berjudul “DALAM PANTOMIM
PUN ADA LOGIKA”. Tulisan ini saya maknai tiga makna. Pertama –BA melakukan
upaya penguatan argumen bahwa apa yang dilakuan tiem Juri Pantomim pada PLS2N
kemarin sudah benar berdasarkan tinjauan akademik dan kreteria penilaian. Kedua
Testimoni tiem Juri pada akhir pertandingan kemarin adalah tidak bersifat
rekomendasi untuk menentukan pemenang. Ketiga mempertegas pendapat saya bahwa
pak-BA mengukur karya pantomin sebagai mana layaknya sebuah cerpen atau karya
sastra lain, tapi tidak dalam bentuk pertunjukan pantomim. Coba kita lihat
kutipan beliau
... Susah payah saya membayangkan bagaimana
sebuah plot cerita yang dari awal berjalan secara konvensional, tiba-tiba
menjadi menjadi sebuah cerita absurd dan melawan logika yang sungguh-sungguh
tak dapat diapresiasi oleh anak-anak seumur SD yang melakonkannya, kecuali jika
ia memang dimaksudkan sebagai sebuah lawakan. Anak-anak bolehlah tertawa
jikapun mereka menangkap adegan konyol itu, tapi apresiasi orang dewasa terus
saja memancarkan penolakan karena telah merusak logika.
Lain soal jika dari awal bertuk pertunjukan itu memang bergenre absurd seperti
yang sering dipentaskan oleh teater yang dipimpin oleh SRAA.
Strong point pertama kita kembali kepada pengertian pantomim
sehingga dapat kita membedakan cara pandang kita denga cabang seni lain,
Pantomim adalah seni pertunjukan yang
memvisualisasikan suatu objek atau benda tanpa menggunakan kata-kata, namun
menggunakan gerakan tubuh dan mimik wajah. Bahkan pantomime memvisualisasikan
rasa dengan gerakan tubuh dan mimiknya. Pantomim merupakan pertunjukan yang
tidak menggunakan bahasa verbal. Istilah pantomim berasal dari bahasa
Yunani yang artinya serba isyarat. Berarti secara etimologis, pertunjukan
pantomim yang dikenal sampai sekarang itu adalah sebuah pertunjukan yang tidak
menggunakan bahasa verbal. Pertunjukan itu bahkan bisa sepenuhnya tanpa suara
apa-apa. (sumber teater-tari.blogspot.com)
Pantomim (Bahasa Latin: pantomimus, meniru segala sesuatu) adalah suatu pertunjukan teater yang menggunakan isyarat, dalam bentuk mimik wajah atau gerak tubuh, sebagai dialog. Jenis pertunjukan ini telah dikenal sejak zaman Romawi Kuno dan sering digunakan dalam ritus keagamaan dengan cerita umumnya seputar mitologi Yunani. Pantomim kembali
populer pada abad ke-16dengan berkembangnya Commedia dell'arte di Italia yang membawa pantomim pada bentuknya
yang sekarang yang mengutamakan pada lakon komedi
(Ensiklopedia
Nasional Indonesia, Buku 12, Jakarta, 1990)
Strong
point kedua mengukur logika anak dengan pantomim (Maaf) ala-BA merupakan pandangan penjurian yang
tidak mendudukan pantomim sebagai pertujukan pantomim. Tetapi lebih pada
pertunjukan socio drama niir kata.
Yang
saya ingin tegaskan bahwa dalam pantomim dari mulai lahirnya sampai sekarang
dengan perkembangan yang pesat sehingga membentuk aliran –aliran . Katakan saja beberapa pemain pantomin dunia
seperti Tyson Eberly yg lebih bebas tanpa menggunakan make up bahkan musik
sekali2 dengan membangun cerita sendiri, Carlos Martines yang menguatkan pada
ide certa namun lebih pada memerankan semua pelaku certa hanya dengan bergeser
dari posisi satu dengan posisi yang lain, Edwar Grigorin dll. Namun dalam pantomim ada 3 hal yang tidak pernah berubah
Pertama
unsur gerak yang mewakili bahasa bahkan rasa, kedua mimik sehingga para aktor
pantomim cenderung mempoles dengan make up untuk mewakili hal itu. Dan yang
ketiga kelucuan atau komedian.
Jika
pertanyaan sadaraku-BA susah payah membayangkan hal itu, maka merupan
pertanyaan penolakan terhadap keseluruhan pantomim yang bagaimana mungkin
tangan bisa jadi pistol lalu bisa melempar blangkon lawan pewan dari Septian
dwi Cahyo pada adagan MENJADI NYATA dan seluruh bentuk pertunjukan dari MIME di
eropa yang diperuntukan untuk anak-anak dan masih banyak lagi catatan lainnya.
0 komentar: